Kisah
Skolong Pemuda Tampan
Tersebutlah seorang anak muda bernama Skolong Reba Todo.
Karena nadar kedua orang tuanya, Skolong yang tampan itu sudah direncanakan
untuk dijodohkan dengan anak bibinya. Walaupun anak bibinya itu belum lahir, Skolong
sudah disuruh ibunya untuk mulai tinggal bersama dengan bibinya. Maksud ibunya,
kelak kalau bibinya melahirkan anak gadis yang cantik maka gadis itu langsung
akan dijodohkan dengan Skolong.
Skolong pun berangkat menuju ke rumah bibinya. Ia diterima
oleh bibinya dengan ramah. Bibinya sangat senang karena Skolong tampan dan
rajin. Skolong membantu mencarikan kayu api. Ia pun rajin bekerja di kebun
bersama pamannya.
Waktu itu bibinya sedang hamil. Tentu saja Skolong berharap
bibinya melahirkan seorang putri cantik. Tetapi harapan tinggal harapan, tidak
semua harapan sesuai dengan kenyataan, ternyata, yang lahir bukanlah seorang
putri cantik. Melainkan sebuah cue atau ubi hutan yang berbulu-bulu. Cue
biasanya tumbuh begitu saja di hutan, tidak ditanam manusia dan juga tidak
dipelihara manusia.
Paman, Bibi, dan Skolong tentu sangat sedih. Mereka tak habis
pikir atas kelahiran si Cue. Tapi bagaimanapun makhluk itu adalah anak mereka.
Mereka harus menerima dengan ikhlas. Lebih-lebih si Cue bisa bicara layaknya
manusia.
Mereka berharap Skolong tetap bersedia menerima Cue sebagai
calon istrinya. Namun, pemuda itu tidak mau. Skolong pun berniat untuk kembali
ke rumah ibunya.
"Kakak Skolong," kata Cue, "kalau kau kembali
ke rumah ibumu, aku juga ikut."
"Adik Cue! Jangan ikut aku!" kata Skolong.
"Walaupun kau larang aku tetap pergi bersamamu."
"Aku akan bunuh kamu di jalan!" kata Skolong.
"Walaupun aku dibunuh, aku tetap mengikutimu dan membantu ibumu,"
kata Cue.
"Ibuku tidak suka padamu karena kamu sebuah cue. Badanmu
tidak berbentuk, kaki dan tanganmu tidak ada. "Bagaimana kamu bisa
membantu ibuku? Lagi pula, badanmu kotor dan penuh bulu," demikian
kata-kata Skolong.
Sambil berkata begitu, Skolong berkemas-kemas untuk segera
kembali ke rumah orang tuanya. Si Cue pun ikut berkemas-kemas. Si Cue tidak
malu dan tidak sakit hati sekalipun diejek oleh Skolong.
Skolong Reba Todo berjalan menuju ke kampungnya. Sekitar lima
belas meter di belakangnya menyusul pula si Cue hendak menuju ke kampung
Skolong. Di tengah perjalanan, kadang-kadang si Cue bergulir mendahului si
Skolong, tetapi Skolong tidak mengetahuinya. Skolong mengira bahwa si Cue masih
berada di belakangnya, tahu-tahu si Cue berada di depannya. Jika si Cue sedang
berada di depan, seolah-olah Skolong melihat rombongan manusia yang berjalan
dari arah berlawanan. Sebenarnya, rombongan itu adalah rombongan si Cue, tetapi
skolong tidak mengenalnya. Ketika Skolong berpapasan dengan rombongan itu,
beberapa orang bertegur sapa dengan kolong.
"Tuan-tuan, ada sebuah Cue yang mengikuti saya, kalau
tuan-tuan melihatnya, bunuh saja atau lemparkan cue itu ke jurang yang
gelap," pinta Skolong kepada rombongan tersebut.
Setiap ada perjumpaan seperti itu, Skolong dilirik seorang
gadis cantik yang ada dalam rombongan. Dalam sekejap mata gadis cantik itu
berlalu bersama dengan rombongannya, dan saat itu juga Skolong mendengar
nyanyian seorang gadis. "Wahai Skolong, dalam perjalananmu yang jauh, kau
lalui beberapa kampung, kau pandangi seorang gadis, betapa cintaku padamu, aku
rindu belaianmu.
" Mendengar suara nyanyian itu, Skolong diam sejenak.
Dipandanginya alam di sekitarnya, barangkali di sana ada seorang gadis yang
sedang bernyanyi. Akan tetapi, di sekitarnya tiada seorang manusia pun. Yang
ada hanyalah burungburung berkicau.
Skolong pun menoleh ke arah si Cue, siapa tahu si Cue juga bisa menyanyi. Akan
tetapi, si Cue tak kelihatan.
Keluarga Skolong sibuk menyiapkan segala sesuatu. Mereka
mengira bahwa Skolong akan datang bersama istrinya. Begitu pemuda itu masuk
kampung, keluarganya tidak melihat seorang gadis berjalan dengan Skolong, yang
dilihat hanyalah sebuah cue yang bergulir mengikuti Skolong.
"Saya tidak perlu disambut dengan meriah suara gong dan
gendang," kata si Cue.
"Hai, Cue itu bisa bicara," kata orang kampung
dengan penuh keheranan. Si Cue tidak perduli dengan kata-kata orang. Ia masuk
ke rumah Skolong dan segera membantu orang tua Skolong untuk menanak makanan
dan menimba air di pancuran.
"Oe. Inang," panggil si Cue kepada bibinya,
"Aku pergi timba air." Bibinya sangat heran. Si Cue menggeret-geret
wadah air yang kosong. Sampai di pancuran, ia menanggalkan kulitnya. Orang
tidak melihatnya. Begitulah kerjanya setiap hari.
Dalam Minggu itu pada pesta wagal, yaitu salah satu pesta
adat dalam tata cara perkawinan orang Manggarai. Dalam pesta itu akan diadakan
pertandingan caci. Dalam pertandingan yang dimainkan kaum lelaki itu biasanya
ada iringan pukulan gong dan gendang oleh kaum wanita, gadis-gadis biasanya
membawakan tarian khas Manggarai.
Si Cue mengetahui pesta wagal yang disertai caci. Oleh karena
itu, si Cue menyiapkan rombongannya. Ia berpura-pura pergi menimba air di
pancuran. Di sana ia menanggalkan dan menyembunyikan kulitnya di bawah batu
lempeng. Setelah itu, tiba-tiba muncullah serombongan manusia: tua muda, laki
perempuan, pemuda dan gadis-gadis. Rombongan si Cue itu berarak-arak menuju ke
halaman kampung, yaitu tempat berlangsungnya permainan caci.
"Rombongan dari mana ini?" tanya Skolong kepada
orang-orang yang sekampung dengannya.
"Mungkin dari kampung Rejeng," jawab seorang
kampung. Rombongan yang dipimpin Cue sungguh menarik perhatian karena penuh
dengan gadis cantik dan pemuda tampan.
Malam harinya Skolong bermimpi. Dalam mimpi ia disuruh untuk
mengikuti si Cue ke pancuran. Ketika si Cue pagi-pagi buta hendak berangkat ke
air pancuran, Skolong mengikutinya dan bersembunyi di sekitar pancuran. Dari persembunyian
itu Skolong melihat si Cue menyembunyikan kulitnya di bawah batu lempeng.
Setelah itu, muncullah serombongan manusia.
"Oo… ini rombongan si Cue," kata Skolong dalam
hati. Begitu si Cue dan rombongannya berjalan menuju ke halaman kampung untuk
mengikuti caci hari kedua, secara diam-diam Skolong mengambil kulitnya.
Pesta caci hari kedua pun segera dimulai. Si Cue yang telah
berubah menjadi gadis cantik itu sedang menari dengan lenggak-lenggoknya di
halaman. Semua mata memandangi kecantikannya.
Pada saat si Cue sedang asyik menari, Skolong meletakkan
kulit si Cue di atas asap api, si Cue yang sedang menari tiba-tiba pingsan.
Orang-orang terkejut dan Skolong pun segera menolongnya. Kulit Cue yang kena
asap api itu segera dicelupkan ke dalam air lalu dibalutkan ke kepala gadis
cantik yang pingsan itu. Pelanpelan gadis itu sadar. Setelah sadar, ia ditanya
Skolong.
"Siapakah kau yang sebenarnya?" tanya Skolong.
"Saya…anak bibimu," jawabnya pelan dan pasti.
Sekarang Skolong semakin mengerti, bahwa sebuah cue yang
dilahirkan bibinya tempo hari ternyata seorang gadis cantik. Skolong agak
merasa malu dan rikuh jika ingat betapa dulu ia mengejek si Cue dan
memperlakukan gadis itu dengan sikap dan kata-kata kasar.
Namun si Cue tidak mendendam, pada dasarnya ia memang
mencintai pemuda itu, maka ia tidak merasa terhina dan malu ketika diejek
Skolong. Mereka segera dinikahkan dan akhirnya hidup bahagia hingga hari tua.
Sumber.
MB Rahmyah Cerita Rakyat Indonesia Penerbit:
Tertib Terang Surabaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar